Biaya administrasi yang biasa muncul di bank atau di tempat bayar lstrik lainnya dalam pembelian pulsa/pembayaran tagihan listrik banyak dipersoalkan pelanggan PT PLN (Persero). Hal ini setelah Menko bidang Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli, mengeluarkan ‘kepretannya’ soal tudingan adanya mafia pulsa listrik. Bagaimana ceritanya biaya administrasi tersebut muncul? Perlukah dihapus?
Kepala Divisi Niaga PLN, Benny Marbun mengungkapkan, dulu dalam setiap pembayaran tagihan listrik tidak ada biaya administrasi sama sekali. Karena PLN menyediakan loket khusus pembayaran di setiap kantor PLN.
“Masyarakat datang sendiri ke kantor PLN. Antrean semakin panjang begitu mendekati tanggal jatuh tempo pembayaran listrik. Karena PLN mengenakan denda bila pelanggan telat bayar,” kata Benny kepada detikFinance, Senin (14/9/2015).
Seiring berjalannya waktu, banyak keluhan dari pelanggan PLN karena repot tiap kali membayar tagihan listrik.
“Pelanggan mengeluh kerepotan, mereka harus antre, harus keluar biaya transportasi lagi dari rumah ke kantor PLN, yang katakanlah kalau pulang pergi naik angkot Rp 4.000-Rp 5.000. Apalagi kalau sore loket di PLN sudah tutup,” kata Benny.
Melihat keluhan pelanggannya, PLN lalu memikirkan cara bagaimana caranya agar masyarakat tidak perlu repot bayar tagihan listrik. Bisa di mana saja, kapan saja 24 jam penuh.
“Maka PLN bekerja sama dengan pihak bank untuk menyediakan tempat pembayaran yang dekat dengan pelanggan. Bisa bayar lewat mesin ATM, bisa pakai mobile banking, internet banking, 24 jam. Mau rumah pelanggan di Papua sana, tetap bisa bayar tagihan listrik di Jakarta,” jelasnya.
Segela kemudahan yang didapat itu, tentu tidak akan ada kalau pihak bank tidak menyediakan infrastruktur. Penyediaan infrastruktur tersebut perlu dana yang tidak sedikit, mulai dari mesin ATM dan infrastruktur mobile/internet banking-nya.
“Untuk kemudahan tersebut, bank menarik jasa setiap transaksi pembayaran, sebagai pengganti biaya infrastrutkur yang telah dikeluarkan oleh bank. Besaran biayanya dari Rp 1.600-Rp 3.500 atau lebih besar setiap kali transaksi,” terangnya.
“Jadi sistem ini sebenarnya memudahkan pelanggan PLN sendiri, mau bayar listrik di kantor PLN dengan risiko tambahan transportasi Rp 4.000 lebih, atau hanya bayar jasa lewat bank,” tambahnya.
Benny menceritakan, sekedar informasi dulu warga-warga desa ketika bayar listrik mereka menitipkan ke koordinatornya mulai dari RT (Rukun Tetangga) atau lewat kelurahan.
“RT/kelurahan ini juga menarik biaya loh, besarannya Rp 5.000, bahkan kelurahan menambah dengan biaya iuran sampah. Tapi dengan sistem pembayaran yang sangat mudah saat ini, pelanggan di desa bisa bayar sendiri lewat ATM,” katanya.
Makin baiknya sistem pembayaran lewat bank ini, membuat PLN memutuskan untuk menutup seluruh loket pembaran di kantor PLN.
“Kenapa ditutup? Karena sudah sepi pelanggan lebih murah bayar listrik lewat bank. Kedua, PLN punya program PLN bersih, di mana untuk menghindari adanya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), sedikit mungkin interaksi antara pelanggan PLN dengan pegawai PLN, setiap pembaran melalui bank,” jelasnya lagi.
Hal ini juga yang membuat PLN menerapkan sistem pembelian pulsa melalui bank. Tapi bila pertanyaannya bisakah biaya administrasi bank ini dihapuskan?
“Kalau untuk membuat biaya administrasi nol, nah semoga bank mau bermurah hati fasilitasnya dipakai dengan gratis,” tutup Benny.